Tuesday, March 28, 2017

KABUPATEN ACEH TENGGARA


                              KABUPATEN ACEH TENGGARA

Selasa, 28 maret 2017

    Kabupaten Aceh tenggara dengan Ibukota Kutacane berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000 meter siatas permukaan laut (dpl) yang berada dibagian pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Aceh Tenggara memiliki kekayaan dan keanekaragaman potensi wisata alam seperti Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Wisata Lawe Gurah, Lawe Alas, Sungai Alas, pemandangan pegunungan, mata air panas, gua alam, air terjun dan lain-lain.

    Taman Nasional Gunung Leuser adalah daerah cagar alam nasional terbesar yang terdapat di kabupaten ini. Taman ini merupakan taman terbesar di Indonesia dengan luas sekitar 850.000 ha dan mewakili seluruh ekositem hutan hujan dari daerah rawa sampai dataran tinggi. Di daerah ini, pengunjung dapat menikmati berbagai kehidupan flora, seperti Bunga "Raflesia" yang merupakan jenis bunga yang terpopuler di antara 3.500 spesies tumbuhan yang terdapat di kawasan ini dan kehidupan fauna seperti kera ekor panjang, orang utan, siamang, gibbon bertangan putih, bermacam serangga, burung, monyet, mawas, kedih, burung enggang, kuaw dan jenis binatang lainnya.
Lambang Kabupaten Aceh Tenggara

        Taman Wisata Lawe Gurah merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser yang diperuntukkan para wisatawan dengan jarak sekitar 35 Km dari Kutacane. Di lokasi ini terdapat bungalow, rumah makan, lokasi berkemah, pos keamanan, menara pengamat dan lain-lain. Di samping itu, berbagai sarana pendukung juga telah dibangun seperti jalan setapak untuk para pengunjung yang akan menikmati keindahan alam hutan.

        Lawe Alas adalah sungai memiliki arus air yang cukup kuat, sehingga sangat strategis untuk kegiatan wisata arung jeram. Banyak turis asing yang datang ke daerah ini untuk menantang kuatnya arus sungai tersebut. Kabupaten Aceh Tenggara juga memiliki kekayaan budaya tersendiri yang berbeda dari daerah lain di Aceh, seperti Tari Saman, Tari Mesekat, Pelebat, Bangsi, Canang dan Lagam.

Tari Saman
     merupakan sebuah kesenian tradisional yang telah mendunia adalah Tari Saman yang sering disebut Tari Tangan Seribu. Pada tahun 1994 tari ini pernah tampil di Spanyol dan di beberapa negara Eropa lainnya dan sering tampil di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Tari Mesekat adalah bentuk tarian yang mengkombinasikan gerakan tangan dan badan dengan lantunan syair-syair berisi tuntunan keagamaan dan kehidupan bermasyarakat. Syair-syair tersebut dilantunkan oleh para penari sambil melakukan gerakan tarian. Mesekat biasanya dimainkan oleh kaum pria. Pelebat adalah seni perang adat Alas yang memakai rotan sebagai alat dan tameng dengan cara saling memukul terhadap lawan. Biasanya atraksi ini sering dilakukan dalam upacara untuk menyambut tamu kehormatan.

Bangsi adalah kesenian yang menggunakan seruling sebagai medianya, sering dilantunkan dalam acara adat seperti jagai, sebagai musik pengiring dalam acara perkawinan. Sedangkan Canang adalah kesenian tradisional adat Alas yang menggunakan alat musik berupa kaleng atau gamelan yang terbuat dari logam yang dimainkan oleh beberapa wanita.
Bangsi

1.  AIR TERJUN LAWE DUA

      Setelah sekian tahun sepi pengunjung, kini objek wisata alam air terjun Lawe Dua di Desa Empat Lima, Kecamatan Bukit Tusam, Kabupaten Aceh Tenggara kembali ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun yang datang dari luar daerah. Pada hari libur, masyarakat banyak yang memanfaatkan objek wisata ini untuk menikmati suasana alam. Suasananya hampir sama dengan sekitar tahun 1980-an lalu, saat objek wisata ini dikenal bahkan oleh wisatawan asing karena airnya yang begitu bening dan dingin, ditambah lagi dengan suasana alamnya yang masih sangat asri dan nyaman.
Setelah itu, objek wisata ini mulai sepi pengunjung dikarenakan kondisinya yang tak tertata. Namun kini, setelah adanya penataan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Tenggara, kawasan tersebut kembali menggeliat dan mengundang banyak orang untuk datang kesana. Kini, air terjun Lawe Dua kembali menjadi primadona objek wisata di Aceh Tenggara. Dikawasan itu, DKDP sudah membuat pondok-pondok kecil, joglo dan tangga untuk naik ke bukit  yang mengalirkan air terjun. Ini menjadi daya tarik baru wisatawan untuk mau berkunjung ke sana.


2.  TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER
 Pesona Taman Nasional Gunung Leuser

      Taman Nasional Gunung Leuser merupakan kawasan perlindungan flora dan fauna terbesar di Asia Tenggara. Diperkirakan terdapat sekitar 3.500 jenis flora di taman nasional ini. Tumbuhan langka yang terdapat di dalam taman nasional ini antara lain dari jenis rafflesia yaitu Rafflesia Zippelni. Kawasan taman nasional ini meliputi hutan rawa dipantai Barat Aceh hingga kawasan hutan lebat tropis yang berada di dataran rendah bagian tengah. Masyarakat dunia menyebut Taman Nasional Gunung Leuser sebagai salah satu paru-paru dunia. Untuk menjaga kelestarian flora dan fauna kawasan nasional ini, masyarakat Uni Eropa ikut mendukung pelestariannya.

Didalam kawasan taman nasional, hidup empat jenis hewan yang paling langka didunia yaitu harimau, badak, gajah dan orang utan. Diperkirakan terdapat sekitar 500 harimau, 100 badak dan 300 gajah berada di dalam kawasan taman nasional, disamping lebih dari 300 spesies burung.
Hewan yang paling mudah ditemui adalah monyet. Dengan ketinggian lebih dari 1.500 meter diatas permukaan laut menyebabkan hutan di kawasan nasional ini kaya dengan tanaman anggrek.

Di dalam wilayah taman nasional mengalir Sungai Alas yang banyak digunakan wisatawan untk kegiatan olahraga arung jeram. Penggemar olehraga arung jeram dapat mencoba keganasan Sungai Alas yang mengalir menuju Kabupaten Aceh Selatan dambil menikmati panorama keindahan alam hutan tropis Aceh dan perkampungan rakyat tradisional.

Berpetualang menyusuri Sungai Alas selama tiga hari dan dua malam melewati berbagai tempat dengan pemandangan yang mengesankan termasuk juga hewan-hewan yang hidup di hutan-hutan di tepi sungai seperti monyet, burung dan hewan lainnya yang hidup di hutan-hutan di tepi sungai.

Perjalanan menyusuri sungai dengan menggunakan perahu karet dapat dimulai dari Muarasitulan di Kutacane hingga ke Gelombang. Bagi mereka yang sudah profesional dibidang arung jeram dapat mengambil jarak tempuh yang lebih jauh lagi yaitu dimulai dari Angusan di dekat Blangkejeran. Salah satu akses untuk masuk ke kawasan taman nasional adalah Gurah yang terletak di tengah Lembah Alas. Gurah berada diantara Kota Blangkejeran dan Kutacane yang berada disebelah barat Sungai Alas.

Berhadapan dengan Gurah, diseberang Sungai Alas terdapat Ketambe  yang merupakan lokasi dari pusat penelitian flora dan fauna serta konservasi yang terkenal di dunia. Para ahli berkumpul di pusat penelitian ini untuk meneliti hewan dan tumbuhan yang ada di taman nasional (termasuk peneliti asing), namun tempat ini tertutup untuk kunjungan wisatawan.

Banyak wisatawan masuk ke Gurah dari Brastagi dan melalui Kabanjahe di Provinsi Sumatera Utara dan kemudian ke Kutacane dilanjutkan dengan menumpang labi-labi ke Gurah. Rute ini akan melewati panorama indah Gunung Sinabung dan Lembah Alas.

Pengunjung dilarang memasuki kawasan taman nasional tanpa ijin petugas dan harus disertai pemandu. Ijin masuk dan pemandu dapat diperoleh dari kantor PHPA di Tanah Merah, sekitar satu jam dengan menumpang labi-labi dari Gurah atau 15 menit dari Kutacane.

Pemandu juga dapat ditemui disejumlah penginapan di Gurah dan juga di Kutacane. Selain sebagai petunjuk jalan, mereka akan membantu pengunjung mendirikan tenda pada malam hari, memasak makanan, membawa barang dan menunjukkan pada Anda dunia alam liar.

Kutacane yang terletak 43 Km dari Gurah adalah kota terdekat dari pintu masuk taman nasional. Di Kutacane pengunjung dapat membeli bekal keperluan atau untuk menelepon, sebelum memulai "petualangan" memasuki taman nasional.

Hutan Rekreasi Gurah atau Taman Wisata Lawe Gurah memiliki lokasi yang menarik selain panorama alamnya yang indah. Disini juga terdapat air panas, danau, air terjun, pengamatan satwa dan tumbuh-tumbuhan. Hutan wisata seluas 9.200 hektar di Gurah ini merupakan kawasan taman hutan yang berada di dalam kawasan taman nasional.

Pengelola hutan wisata ini membangun jalur jalan untuk pengunjung yang menyukai treking dan juga menara pandang agar wisatawan dapat mengamati kehidupan hutan hujan leuser. Kawasan Treking di hutan wisata ini dimulai dari Gurah hingga ke sumber mata air panas di dekat Sungai Alas dengan waktu tempuh selama dua jam dan jarak tempuh sekitar 5 Km atau ke kawasan air terjun pada jarak sekitar 6 Km. Pengunjung juga dapat bermalam di perkemahan yang berada di kawasan hutan wisata ini. Penginapan (guest house) terdapat di Gurah dan Balailutu.

Selain mengeluarkan ijin dan menyediakan pemandu, Kantor PHPA di Tanah Merah juga memberikan informasi dan menyediakan pemandu bagi  pengunjung yang ingin treking ke berbagai wilayah di kawasan taman nasional mulai dari perjalanan jarak dekat selama beberapa jam hingga perjalanan panjang selama 14 hari melalui hutan hingga mendaki puncak gunung.
Pesona Gunung Kemiri

Gunung Kemiri (3.314 meter) memiliki puncak tertinggi kedua di Taman Nasional Gunung Leuser. Perjalanan ke puncaknya memerlukan waktu lima hingga enam hari. Selama Treking di jalur ini anda dapat menyaksikan hewan-hewan seperti orang utan, siamang dan gibon.

Gunung Leuser adalah gunung yang memiliki puncak tertinggi (3.404 meter) yang berada di kawasan taman nasional. Jika memiliki stamina prima mungkin Anda dapat mendaki hingga ke puncaknya dengan waktu perjalanan 14 hari. Treking ke puncak Leuser dimulai dari Desa Angusan, sebelah barat Blangkejeren.

Gunung Perkinson berada di sisi timur taman nasional dan treking ke puncak gunung setinggi 2.828 meter ini memerlukan waktu tujuh hari. Dalam perjalanan ke puncak dapat menemui bunga rafflesia pada ketinggian 1.200 meter dan juga hutan lumut.

Gunung Simpali memiliki ketinggian 3.270 meter dan perjalanan hingga ke puncaknya memerlukan waktu satu minggu dimulai dari Desa Engkran kemudian menyusuri lembah Sungai Lawe Mamas. Di kawasan ini hidup hewan langka badak. Sungai Lawe Mamas merupakan sungai berarus deras yang menyatu dengan sungai Alas sekitar 15 Km di  utara Kutacane.


3.  SUNGAI ALAS
Berolahraga Arung Jeram di Sungai Alas
Sungai Alas, disamping memiliki arus yang deras untuk olahraga arung jeram, sungai Alas juga memiliki pemandian alam dengan kesejukan air pegunungan. Ikan sungai yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah jenis ikan jurung, lele, ikan mas, nila, mujair dan ikan dundung.

4.  GUA LAWE SIKAP
Gua Lawe Sikap
Salah satu objek wisata yang cukup menarik di Aceh Tenggara adalah gua kelelawar Lawe Sikap yang terdapat di Kecamatan Lawe Alas. Gua ini memiliki daya tarik tersendiri karena terdapat gantungan bebatuan, tumpukan guano dan adanya sumber mata air minum yang bersih. Jarak tempuh dari Kota Kutacane sekitar 5 Km dengan waktu tempuh sekitar 25 menit.

5.  TAMAN NASIONAL HUTAN KETAMBE
Pusat Penelitian Ketambe
Di dalam hutan ini terdapat ribuan jenis spesies hewan dan keanekaragaman tumbuh-tumbuhan langka. Di lokasi Ketambe juga terdapat pusat penelitian orang hutan. Bagi para wisatawan tersedia guest house Bustanil Arifin. Wisata rafting, hiking dan outbond training sangat tepat dilaksanakan di Ketambe. Jarak tempuh dari Pusat Kota Kutacane adalah sekitar 25 Km dengan waktu tempuh sekitar 40 menit.

6.  GUNUNG DELENG POKHISEN
Puncak gunung Deleng Pokhisen  merupakan tantangan khusus bagi para pecinta alam dan pendaki gunung untuk menaklukkannya. Dari atas puncak gunung terdapat berbagai panorama dan pemandangan yang sangat indah, kemudian juga terdapat dataran yang berfungsi sebagai camping ground.

7.  AIR TERJUN LAWE DUA
Air Terjun Lawe Dua terdapat di Kecamatan Bukit Tusam. Air terjun ini masih sangat asli dan alami, belum dikelola dan disentuh secara terorganisir sehingga memberikan sebuah daya tarik tersendiri untuk menikmati pemandian alam yang bersumber murni dari air terjun.

8.  PEMANDIAN ALAM PANTAI BARAT
Pemandian Alam Pantai Barat merupakan sarana keluarga yang terdapat di Sungai Kali Bulan Kecamatan Badar. Pemandian ini sudah dikelola secara profesional dan setiap minggunya memberikan hiburan kepada para pengunjung.

9.  PEMANDIAN AIR PANAS UNING SIGUGUR
Pemandian alam air panas Uning Sigugur memberikan suatu daya tarik tersendiri sebab mata air disekitar objek wisata mengeluarkan air panas yang juga memberikan manfaat kesehatan bagi para pengunjung. Mata air ini terdapat di Kecamatan Baburahmah. Tingkat suhu air panas mencapai sekitar 80 derajat celcius.          







Wednesday, March 22, 2017

PEMANFAATAN PUCUK TEBU SEBAGI PAKAN TERNAK SAPI DAN CARA PEMBERIANNYA

Seminar Reguler
PEMANFAATAN PUCUK TEBU SEBAGI PAKAN TERNAK  SAPI  DAN CARA PEMBERIANNYA

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas
dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh nilai
Mata kuliah Seminar Reguler


Oleh:
Hasimsyah Aswari
1305104010027










                       





PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2016

LEMBARAN PENGESAHAN


Setelah membaca dan mempelajari dengan sungguh-sungguh kami berpendapat bahwa makalah seminar reguler ini baik ruang lingkup maupun isinya telah memenuhi syarat untuk diseminarkan pada kegiatan seminar reguler program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas syiah Kuala.

Nama Mahasiswa        : Hasimsyah Aswari
NIM                            : 1305104010027
Program studi              : Peternakan
Judul                           :  Pemanfaatan Tebu Sebagai Pakan Ternak Sapi Dan Cara                                          Pemberiannya



Menyetujui,                                                                Koordinator
Dosen Pembimbing                                                   Seminar Reguler



Ir. Yunasri Usman M.P                                            Ir. Mira Delima M.P
NIP. 195705121982032001                                         NIP.19620105199002001





Mengetahui,
Ketua Program Studi Peternakan



Dr. Ir. Eka Meutia Sari, M.Sc
NIP. 196712241992122001

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakng

                   Pakan merupakan salah satu penentu faktor untuk keberhasilan usaha peternakan,. Ketersedian bahan pakan yang akhir-akhir ini semakin terasa sulit, disebabkan oleh meningkatnya harga bahan-bahan pakan tenak, terutama bahan impor seperti jagung, bungkil kedelai, dan tepung ikan. Disisi lain harga pakan mempengaruhi efesiensi usaha dan mengingat biaya pakan ternak mencapai 60-70 % dari seluruh biaya proses produksi peternakan ( Rusdi, 1992; Sudrajat,2000).

                        Ketersedian pakan yang berkualitas, kuantitas dan berkelanjutan merupakan salah satu keberhasilan dalam usaha peternakan. Ternak ruminansia dengan ke istimewahan  alat pencernaan mampu mendegladasi pakan dengan kualitas  yang rendah . Degladasi pakan pada ruminansia dibantu dengan adanya mikroba flasma dan fauna yang menetap dalam rumen,  retikulum dan omasum, sedangkan abomasum merupakan asam, awalnya proses penceraan oleh enzim yang dihasilkan oleh ternakitu sendiri ( Arora, 1995).

Pakan ruminansia terdirai dari kosentrat dan serat. Merupak sumber energi ternak untuk memenuhi hidup pokok, produksi maupun memproduksi. Sekarang ini ketersedian lahan untuk pakan ternak sudah mulai terjadi pergeseran dari lahan ke perumahan, sering terjadi kendala ketersediaan pakan.

Ketika musim panen daun tebu tersedia sangat melimpah sehingga dibutuhkan proses pengolahan, baik melalui pembuatan silase dengan proses fermentasi maupun dalam bentuk bahan baku konsentrat untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya simpan lebih lama. Menurut Rusdi (1992), proses fermentasi pakan dapat meningkatkan protein, palatable, dan daya simpan. Di samping itu, pembuatan pakan fermentasi dapat diperkaya dengan mikroba probiotik yang dapat meningkatkan daya cerna pakan dan memperbaiki sistem pencernaan sapi. Dalam pemanfaatan pucuk tebu sebelum diberikan pada ternak juga dapat dilakukan pengolahan seperti dalam bentuk wafer, dalam bentuk pellet, melalui proses fermentasi, serta pembuatan silase pucuk tebu.



1.2 Tujuan
                   Makalah ini bertujuan untuk bagaimana cara memanfaatkan dauh tebu sebagi pak ternak sapi merupakan salah satu pakan   sumber    serat ( sisa tanaman perkebunan ) yang dapat digunakan pakan musim kering ( masa panen tebu ), dan pemberian secara berkualiatas.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengenelan Tanaman Pucuk Tebu Dan Produksi Pucuk Tebu

                   Pucuk tebu merupakan limbah yang tidak banyak dimanfaatkan oleh produsen gula sehingga berpotensi sebagai penyedia pakan ternak yang potensial. Selain itu, tanaman tebu biasa dipanen pada musim kemarau sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti rumput yang pada musim kemarau dimana ketersediaannya sangat terbatas (Priyanto, 2010). Pucuktebu digunakan sebagai hijauan makanan ternak pengganti rumput gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Pucuk tebu meskipun potensinya cukup besar, namun angka pemanfaatannya relatif sangat rendah (3,4%). Hal ini disebabkan antara lain palatabilitas kecernaan dan nutrisi yang rendah(Retnani, dkk., 2009).

Salah satu limbah pertanian yang dapat manfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah pucuk dan ampas tebu. Produksi pucuk tebu yang berasal dari limbah perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 3.075.900 ton. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2011 luas lahan perkebunan tebu adalah 64.501,99 Ha, dengan produksi mencapai 244.192,45 ton. Suparjo (2000) menyatakan 24-36% dari total bagian tebu adalah ampas tebu (bagasse) sehingga didapatkan 87.909,3 ton ampas tebu.

Sebenarnya pucuk tebu mudah rusak dan mudah kering sehingga kurang disukai oleh ternak (terutama pucuk tebu), oleh karena itu perlu usaha pengawetan (Musofie et al. 1987).Pada waktu panen pucuk tebu tersedia cukup banyak dalam waktu yang singkat melebihi kebutuhan ternak.Untuk itu dipandang perlu mengolah pucuk tebu sebagai hijauan awetan (Rahman, 1991).Pucuk tebu yang dimaksud disini adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu yang dipanen untuk tebu bibit atau tebu giling (Musofie dan Wardhani, 1987).
Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu Arluki (2008)adalah sebagaiberikut:
Kingdom    : Plantae
Divisio        : Spermathophyta
Sub Divisio  : Angiospermae
Class           : Monocotyledone
Ordo           : Glumiflorae
Famili         : Graminae
Genus         : Saccharum
Spesies       : Saccharum officinarum L.

                   Seperti halnya limbah  yang mengandung serat pada umumnya, pucuk tebu sebagai pakan mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah, pucuk tebu mempunyai kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 46,5% dan 14% (Ensminger,et G. Olentine, 1980).

                   Pucuk tebu dapat digolongkan sebagai limbah on farm dan limbah off farm.Proses pemanenan tebu dihasilkan limbah berupa daun kering yang disebut klenthekan atau daduk, pucuk tebu, dan sogolan (pangkal tebu). Sedangkan dalam proses pengolahan gula di pabrik gula (PG) menghasilkan kurang lebih 5% gula (Misran, 2005). Sedangkan ampas tebu (bagas) yang dihasilkan adalah 15%, tetes (molasse) 3%, sisanya adalah blotong, abu, dan air. Banyaknya limbah yang dihasilkan dari pertanian tebu maupun proses peng-olahan gula menjadikan tanaman tebu prospektif untuk dijadikan alternatif pemenuhan sumber bahan baku pakan ternak.
 2.2 Tanaman Pucuk Tebu Dan Potensi Perkebunan Tebu
                   Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan subtropika sampai batas garis isoterm 20oC yaitu antara 19oLU sampai 35oLS. Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti alluvial, grumusol, latosol, dan regosol dengan ketinggian antara 0 sampai 1400 m di atas permukaan laut (Indra-Wanto et al., 2010). Hal ini sangat mendukung dalam upaya perluasan area pertanaman tebu untuk memenuhi kebutuhan gula yang terus meningkat. Total perkebunan tebu yang ada di Indonesia terdiri atas 50% perkebunan rakyat, 30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara(Misran, 2005).
                   Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim yang di dalam batangnya terdapat gula dan merupakan keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi dan jagung.Jenis tanaman tebu yang telah dikenal, seperti POJ-3016, POJ-2878 dan POJ-2976, pada umumnya merupakan hasil pemuliaan antara tebu liar (Saccharum spontaneum atau glagah) dan tebu tanam (Saccharum officinarum) atau hasil berbagai jenis tebu tanam (Widiarti, 2008).



 







                       




                                                Gambar 1. Tanaman Tebu

 


                  






                  
Gambar 2. Komponen tanaman tebu dan limbah-nya (Murni et al., 2008)

Tanaman tebu yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah pucuk, daun, bagas, dan molasse, sedangkan limbah lain seperti abu dan blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Pancawati, 2000; Yuliani dan Nugraheni, 2009). Jumlah terbanyak limbah yang tersedia adalah daun dan pucuk tebu sebesar 13,6 juta ton per tahun dan jum-lah limbah molasse lebih sedikit sekitar 615.933 ton per tahun (Tabel 1). Limbah berupa daun, pucuk, dan bagas belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Dengan demi-kian dibutuhkan banyak inovasi dan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan limbah tebu untuk pakan ternak, sehingga diharapkan dapat tercapai sistem pertanian zero waste yaitu limbah dapat dimanfaatkan semua tanpa ada yang terbuang dan mencemari lingkungan.
Tabel 1. Produksi tebu nasional 2010 dan limbah-nya
 


Uraian                                                             Jumlah



 Luas lahan                  (Ha)                418259
 Produksi tebu             (ton)                34 218 549
Limbah tebu
Pucuk tebu / Daun (ton)                13 687 420
Bagas (ton)                                    3 079669
Molasse (ton)                                615 933          



Sumber: Ditjenbun (2011); Murni et al. (2008)

2.3 Kandungan Nutrisi Ikatan Tanaman  Tebu

                   Molases adalah limbah yang potensial berasal dari pengolahan tebu karena banyak mengandung gula, kandungan protein, dan total kecernaan yang tinggi. Molasse digunakan dalam ransum ternak ruminansia yang berperan untuk meningkatkan palatabilitas ransum, meningkatkan aktivitas mikroba rumen, mengurangi sifat berdebu ransum, sebagai bahan pengikat dalam pembuatan pelet dan untuk meningkatkan energi ransum (Murni et al., 2008). Selain itu molasse banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan kimia sehingga penggunaan pakan ternak sangat terbatas.

                    Pucuk tebu sangat potensial dimanfaatkan untuk pakan, di samping jumlahnya yang banyak juga memiliki total kecernaan yang relatif tinggi sesuai dengan standar pakan, tetapi mempunyai kandungan protein rendah. Bagas berkadar protein rendah, sebesar 2,7% dan berkadar serat kasar tinggi sebesar 43%.Sifat-sifat limbah tebu tersebut perlu diproses dengan teknologi ramah lingkungan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan berbahan baku bagas atau daun/ pucuk tebu dengan pembuatan pakan probiotik.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Komponen Tebu




 Komponen                             Pucuk              Molases           Bagas              Kisaran standar pakan



Protein (%)      5,5                   4,5                   2,7                               12-15
Serat kasar  (%)           35                    0                      43                                15- 21
Lemak (%)                  1,4                   0                      0                                  2-3
Kadar abu (%)             5,3                   7,3                   2,2                               -
Total kecernaan (%)    43-62               80                    33                                58-65



Sumber: Foulkes (1986); Musofie (1987); Indraningsih et al., 2006)





2.4 Pakan Ternak

                   Ternak ruminansia sangat berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya dalam penyediaan daging untuk mewujudkan program swasembada daging tahun 2014. Selain itu ternak ruminansia bersifat komplementer dan suplementer dalam sistem usaha tani karena sangat berfungsi dan berperan dalam penyediaan tenaga kerja, sumber pendapatan, dan pupuk organik. Ternak ruminansia khususnya sapi, memberi kontribusi daging sebesar 71% terhadap kebutuhan daging masyarakat Indonesia, dan sisanya (29%) berasal dari impor. Sebaliknya, kebutuhan susu sapi sebagian besar (75%) dipenuhi dari impor, dan sisanya (25%) dari produksi dalam negeri. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produktivitas ternak ruminansia perlu menda-pat prioritas dalam upaya pemenuhan kebu-tuhan daging dan susu (Kuswadi, 2011).
                   Hasil tanaman tebu merupakan pakan sumber serat atau energi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah pucuk tebu, daun tebu, ampas tebu dan tetes (molases). Pucuk tebu memiliki daya cerna dan nilai gizi yang relatif rendah, hal tersebut dapat dilihat dari kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi (42,30%). Akan tetapi dengan tindakan pengolahan kimiawi, hayati dan fisik, secara signifikan mampu meningkatkan daya cerna, kandungan gizi dan konsumsi pakan (Rasjid,  2012).
                   Hijauan pakan umumnya berupa rumput dan semak. Pada musim hujan, ketersediaan hijauan tersebut berlimpah, namun pada musim kemarau jumlahnya terbatas. Dengan menyimpannya dalam bentuk kering, hijauan tersebut dapat dimanfaatkan pada musim kemarau (Kuswandi, 1990). Limbah daun tebu ketika musim panen tersedia melimpah sehingga dibutuhkan proses pengolahan, baik melalui pembuatan silase dengan proses fermentasi maupun dalam bentuk bahan baku konsentrat untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya simpan lebih lama. Menurut Rusdi (1992), proses fermentasi pakan dapat meningkatkan protein, palatable, dan daya simpan. Di samping itu, pembuatan pakan fermentasi dapat diperkaya dengan mikroba probiotik yang dapat meningkatkan daya cerna pakan dan memperbaiki sistem pencernaan sapi.
                   Produksi daging dalam negeri pada tahun 2011 sebesar 2.468.220 ton, sebagian besar (66,56%) berasal dari ternak unggas dan selebihnya (33,43%) dari herbivora yang didominasi oleh ruminansia. Rendahnya kontribusi daging ternak ruminansia disebabkan oleh lambatnya laju kenaikan populasi dan produksi dibanding ternak unggas karena kurangnya pakan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, limbah dari tanaman perkebunan berpeluang besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak melalui inovasi teknologi pakan(Ditjennak, 2011).









Tabel 3. Kebutuhan Kutrien Sapi Dan Kambing
                                                                        Rata-rata Konsumsi
       Zat nutrisi                                                 (g/ekor/hari)



Sapi jantan      sapi dara
                                               

- Berat badan (kg)                                           300,0               300,0
-Pertambahan bobot badan harian (kg)           0,5                   0,5
- Bahan kering (kg)                                         7,0                   7,1
- Energi metabolisme (Mcal)                           13,4                 3,8
- Total nutrien dicerna (kg)                             3,7                   13,8
- Total nutrien dicerna (kg)                             679,0               423,0
- Kalsium (g)                                                   19,0                 14,0
- Fosfor (g)                                                      14,0                 14,0



Sumber: Umiyasih dan Anggraeny (2007)


Ternak ruminansia mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya.Sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi, serta tingkat produksi ternak, konsumsi pakan juga akan meningkat. Ternak akan mengkonsumsi jumlah pakan tertentu sesuai dengan konsentrasi gizi dalam pakannya terutama kandungan energinya. Selain itu konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, umur, kesehatan, tingkat produksi, bentuk pakan, palatabilitas, dan kepadatan. Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang terdiri atas temperatur lingkungan, palatabilitas, konsentrasi nutrisi, bentuk pakan, dan faktor inter-nal yang terdiri dari selera, status fisiologi, bobot tubuh, dan produksi (Tobing, 2010).

Kualitas pakan ternak tergantung pada komposisi nutrisi yang terkandung di dalamnya terutama pada bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan tingkat kecernaan. Pakan utama sapi terdiri atas hijauan, limbah tanaman pertanian atau perkebunan, kacang-kacangan, dan kon-sentrat. Produktivitas sapi potong tergantung pada pakan yang diberikan, oleh karena itu pakan ternak harus memperhatikan mutu, jumlah, dan ketersediaan(Kuswandi, 1990).

2.5 Pemanfaatan Pucuk Tebu dan Upaya Suplementasi Pada Pucuk Tebu

Pucuk tebu dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi dan kerbau. Haryanto, B. (2009). dalam penggemukkan sapi dengan pucuk tebu cacahan tanpa batas, menghasilkan pertambahan bobot hidup 0,7 kg/hari. Pucuk tebu mengandung energi dari gula. Angka yang sama dicapai pada pemberian pucuk tebu yang ditambah urea dan 1 kg katul/hari, tetapi konsumsi pakan meningkat, sehingga efisiensinya sedikit berkurang. Dalam hal ini banyaknya urea yang ditambahkan tidak disebutkan.

Adanya pucuk tebu yang berlimpah di musim kemarau diharapkan dapat mengurangi ketergantunganternak akan rumput yang sangat tidak mencukupi. Hal ini memungkinkan karena mutu pucuk tebu tidak kalahdengan rumput gajah. Musofie dan Wardhani (1987) membandingkan pakan basal rumput gajah dan pucuktebu yang diberikan secara ad libitum. Penambahan 1 kg konsentrat/ekor/hari meningkatkan bobot hidupserupa (0,3 vs 0,2 kg/hari) pada pedet lepas sapih, demikian juga dengan konsentrat sebanyak 1,5% dari
bobot hidup pada sapi muda (0,41 vs 0,48 kg/hari), sedangkan pada sapi laktasi produksi susu serupa pula(5,76 vs 5,73 l/hari) bila konsentrat dikonsumsi sebanyak ± 5 kg bahan kering. Dengan penambahan 1 kg katul dan urea (3% dari bahan kering pakan), sapi Zebu yang diberi cacahan pucuk tebu dapat mencapaipertambahan bobot hidup sebanyak 0,7 kg/hari (Preston dan Leng, 1987), sebagaimana yang dicapaidengan penambahan konsentrat (14% protein) sebanyak 1,5% dari bobot hidup (Musofieet al.,1987a). Keistimewaan katul ini adalah kandungan lemak dan bypass protein yang cukup tinggi, dan hampir semua pati yang terkandung di dalam katul tidak dicerna dalam rumen, sebaliknya pati yangdikandung oleh ubi kayu cepat difermentasi (Preston dan Leng, 1987). Efisiensi akibat pemberian katul danurea ini menunjukkan perlunya mencukupi kekurangan nitrogen (di rumen dan di usus) dan lemak (di usus)bila pucuk tebu dijadikan pakan basal.

Dari sifatnya, pucuk tebu  hanyalah sebagaipakan basal (2,5 – 7 MJ ME/kg bahan kering,1,5 – 5,5% protein) sehingga masih memerlukan bahanlain sebagai tambahan dalam ransum produksi. Zat-zatseperti amonia, trace nutrients (peptide, asam amino,mineral dan vitamin) dan sumber karbohidrat (energi)mudah tersedia adalah faktor pertama dalampemeliharaan yang dapat menaikkan konsumsi limbahkaya serat.Pakan suplemen untuk produksi dapatberupa sumber substrat penghasil energi efisien sepertipropionat dan glukosa, dan bypass nutrients (protein,pati, lemak). Diperkirakan, konsentrat 10 – 20% daritotal konsumsi bahan kering pakan merangsangpencernaan bahan organik di rumen dan menaikkankonsumsi pakan bila suplemen tadi diberikan secarakontinyu. Peningkatan porsi suplemen konsentrat lebihlanjut dapat mengurangi konsumsi pakan basal, namunpertambahan bobot hidup ternak naik. Sebagai contoh,Musofie (1987) melaporkan pada sapi bali, bahwapada ransum dengan imbangan konsumsi bahan keringkonsentrat 39 – 40% dari total ransum pucuk tebumenghasilkan pertambahan bobot hidup 0,772kg/ekor/hari (pucuk tebu dalam bentuk segar) sampai0,882 kg/ekor/hari (pucuk tebu dalam bentuk pelet)


















Tabel 3. Nilai Gizi Pucuk Tebu Dalam Beberapa Bentuk



Bentuk
Uraian
Segar               Silase              Pelet               Wafer

Komposisi kimia (%)

Bahan kering                           25,6                 33,7                 91,0                 91,6

Protein kasar                           5,5                   4,8                   6,3                   5,3

Lemak                                     1,4                  1,0                   1,5                   1,2

Bahan ekstrak tanpa N            45,1                34,6                 48,0                 50,7

Abu                                         10,2                 12,6                 10,4                8,0

NDF                                        77,1                 t.a.d.               69,8                 74,9

ADF                                        48,9                 t.a.d.               62,6                 50,3

Hemiselulosa                           28,2                t.a.d.                27,1                 23,7

Selulosa                                   32,0                t.a.d.                38,8                 35,6

Lignin                                      13,6                 t.a.d.               19,0                 10,3

Silika                                       6,7                  t.a.d.               6,6                   4,5

Kecernaan bahan organik (%) 35,1                 t.a.d.                39,4                 50,6

Daya konsumsi (g/kg bobot0,75)                    -                       -                       -

Bahan kering                           62,9                t.a.d.               73,0                67,0

Bahan organik                         55,1                 t.a.d.               108,1               60,3

Protein kasar                           3,6                   t.a.d.               2,4                   4,2

NDF                                        56,2                 t.a.d.               41,7                 41,7



t.a.d. = tidak ada data
Sumber: Musofie (1987)



Dalam hal ini konsentrat yang digunakan mengandungprotein kasar 16,5%. Disimpulkan oleh MUSOFIE (1987)bahwa pertambahan bobot dapat naik dengan upayapelleting sistem uap, serta penambahan tetes dan urea.Sapi lepas sapih yang diberi konsentrat (19%protein) sebanyak 1 – 1,5% dari bobot hidup akanmampu mengkonsumsi pucuk tebu 93,3 – 113,7 gbahan organik/kg bobot hidup0,75, dengan pertambahanbobot hidup sebanyak 0,65 – 0,79 kg/ekor/hari(Musofie dan Wardhani, 1985).Energi mudah tersedia diperlukan sebagai caramengoptimalkan fermentasi di rumen (Moran, 2005).Fermentasi serat limbah tebu menghasilkan asam asetatlebih banyak dan propionat lebih sedikit yang menyebabkan sedikitnya glukosa yang tersedia untukdiserap sehingga sebagian besar asam amino yangterserap dapat diubah menjadi glukosa. Maka perlu adabypass energy yaitu pati yang tersedia untuk dicerna diusus halus dan diserap dalam bentuk glukosa agarpembentukan protein jaringan tubuh efisien. Di antarasumber pati yang sebagian terlindung dari pencernaandi rumen adalah katul, limbah tapioka dan bungkilbungkilan.Di luar negeri, sumber pati ini sedikit sajaditambahkan pada sapi, misalnya dengan katul 0,9 – 1,5kg/ekor/hari, sereal 0,5 – 1,0 kg/ekor/hari, atau bungkil1 kg/ekor/hari (Prestonet al., 1976; Leng, 1987;Preston dan Ffoulkes,1986).








BAB III
PENUTUP
 3.1 Kesimpulam
Dari hasil penulisan makalah ini dapat disimpulkan, yaitu : Limbah pertanian tebu meliputi daun, pucuk tebu, bagas, dan molasse dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dengan demikian limbah pucuk tebu dan bagas yang melimpah (16,7 juta ton) yang diolah menjadi pakan ternak serta digunakan untuk pengganti pakan hijauan di musim kemarau dan bahan baku konsentrat. Proses pengolahan limbah perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan limbah tebu. Teknologi pembuatan pakan fermentasi probiotik dapat dijadikan alternatif pilihan proses pengolahan.
Menurut (Wahid et al.,1999)  Idonesia pernah menjadi produksi tebu terbesar ke 5, sehingga, sehingga area perkebunan tebu di perluas. Pada tahun 2005 perkebunan tebu mulai di perluas kembali sampai di luar pulau jawa dengan luas 350.000 ha sehingga menaikkan produksi gula 8,17 % di bandingkan tahun 2003 ( BPS, 2006 ). Area perkebunan yang sangat luas mendatangkan keuntunganbagi peternak untuk memanfaatkan hasil sampingan perkebunan yaitu pucuk tebu.



 3.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk melihat pengaruh pemberian pakan fermentasi pucuk tebu sehingga mendapat informasi secara lengkap tentang PBB, pelengkap perfomennya. Penggunaan pucuk tebu dapat di tingkatkan dengan fermentasi, silase, wafer untuk mencapai produksi.Pemberian pucuk tebu di kombinasikan dengan kosentrat dapat menaikkan berat badan 0,772 / kg /ekor /hari dan 0,882 kg / ekor / hari.






















DAFTAR PUSTAKA

Arluki, 2008.Tebu-sugarcanhttp://arluki.wordpress.com.Di akses tanggal 19 Januari 2014.

Ditjennak (Direktorat Jenderal Peternakan dan Ke-sehatan Hewan). 2011. Production livestock in Indonesia, 2007–2011. Ditjennak, Jakarta.


Ditjennak (Direktorat Jenderal Peternakan dan Ke-sehatan Hewan). 2011. Production livestock in Indonesia, 2007–2011. Ditjennak, Jakarta

Engsmiger, M. E. and C. G. Olentine. 1980. Feed and Nutrition. 1st Ed. The Engsminger Publishing Company. California. U. S. A.

Ffoulkes, D. 1986. Practical feeding systems for roughages based on sugar-cane and its by-products. Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous Agricultural Residues – 1985, 11 – 26. IDP, ADAB, Canberra.

Haryanto, B. 2009. Inovasi teknologi pakan ternak dalam sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah (STTBL) mendukung upaya peningkat-an produksi daging. Orasi Pengukuhan Profe-sor Riset. Badan Penelitian dan Pengembang-an Pertanian, Jakarta.

Kuswadi. 2011. Teknologi pemanfaatan pakan lokal untuk menunjang peningkatan produksi ternak ruminansia. Puslitbangnak. Pengembangan Ino-vasi Pertanian 4(3):189–204

Kuswandi. 1990. Peranan pengeringan dalam me-ningkatkan mutu dan nilai tambah bahan pa-kan ternak ruminansia. Hlm. 96–113. Prosi-ding Seminar Nasional Teknologi Pengeringan Komoditas Pertanian, Jakarta, 21–22 Novem-ber 1990. Badan Penelitian dan Pengembang-an Pertanian, Jakarta.

Musofie, A dan K.N. Wardhani. 1987. Potensi pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan ternak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 4(2):6-10

Misran, E. 2005. Industri tebu menuju zero waste industri. Jurnal teknologi proses 4(2):6–10

Murni, R., S. Akmal, dan B.L. Ginting. 2008. Buku ajar teknologi pemanfaatan limbah untuk pa-kan. Universitas Jambi, Jambi

Musofie, A. 1987. Potential and utilization of sugar- cane residues as animal feed in Indonesia. A review. p. 200–215. Pros. Limbah Pertanian sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya. Grati.

Rahman, J. 1991. Pemanfaatan Silase Pucuk Tebu sebagai Sumber Hijauan pada Ternak Domba.Tesis. Pendidikan Pascasarjana KPK IPB – UNAND, Bogor.

Rasjid, S. 2012. The Great RuminantNutrisi, Pakan dan Manajemen Produksi. Cetakan Kedua. Brilian Internasional. Surabaya.

Rusdi, U.D. 1992. Fermentasi konsentrat campuran bungkil biji kapok dan onggok serta implikasi efeknya terhadap pertumbuhan broiler. Diser tasi. Program Pascasarjana Universitas Padja-djaran, Bandung.
.
Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati dan K.B. Satoto. 2009.Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Complete Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi Pedet.DepartemenIlmuNutrisi danTeknologi Pakan, Fakultas PeternakanInstitut Pertanian Bogor.

Pancawati, T.D. 2000. Pengaruh pemanfaatan lim-bah pabrik gula (blotong) sebagai pupuk or-ganik alternatif terhadap tingkat penghasilan petani tebu di sekitar Pabrik Gula Jatiroto-Lumajang. Universitas Negeri Malang, Malang

Umiyasih, U. dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk teknis ransum seimbang strategi pakan pada sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Peternakan. Lolit Sapi Potong, Pasu-ruan.


Tobing, N.L. 2010. Pengaruh formulasi pakan ter-hadap kandungan pakan ternak ruminansia. Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia Edisi 1: 2010

Widiarti,W. 2008.Uji Sifat Fisik dan Palatabilitas Ransum Komplit Wafer Pucuk dan Ampas Tebu untuk Ternak Pedet Sapi Fries Holland.Skripsi.Departemen Ilmu Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Yuliani, F. dan F. Nugraheni. 2009. Pembuatan pu-puk organik (kompos) dari arang ampas tebu dan limbah ternak. Universitas Muria, Kudus.